Notification

×

HOME

Populer

https://www.mediagardakeadilannews.com


 

Slider

Jumat, 09 Februari 2024

Selamat Hari PERS Nasional ; Hapus UU ITE, Tegakkan UU Pers.


Bekasi || gardakeadilannews.com

Undang – Undang (UU) Pers No. 40 tahun 1999 adalah UU Lex Specialis tentang sengketa pers. Lex specialis derogat legi generali adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus dan mengesampingkan hukum yang bersifat umum.

Seorang wartawan tidak dapat dipidana atau dijerat oleh undang – undang pidana umum (KUHP) Ketentuan pasal 8 memberikan perlindungan yang mendasar, menyeluruh dan profesional terhadap profesi wartawan.

Sepanjang wartawan menjalankan tugasnya berdasarkan UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan peraturan-peraturan turunan, seperti Peraturan Dewan Pers, terhadap wartawan tidak dapat dikenakan pidana.

Pemaknaan ini tidaklah berarti profesi wartawan imun terhadap hukum. Profesi wartawan tetap harus tunduk dan taat kepada hukum. Tetapi sesuai dengan ketentuan hukum sendiri, sebagaimana diatur dalam UU Pers, wartawan tidak dapat dipidana. 

Ada tidaknya kesalahan pers, pertama-tama harus diukur dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Jika pers memang melakukan kesalahan yang tidak diatur dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, barulah pers dapat dikenakan denda melalui gugatan. 


Namun perlu ditegaskan, apabila dalam melaksanakan tugasnya tidak memenuhi syarat-syarat sebagai wartawan dan berada di luar wilayah pers, maka itu bukanlah tindakan jurnalistik dan karena itu tidak dilindungi oleh UU Pers.

Kalau tindakan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat sebagai wartawan atau berada di luar ranah pers, tergolong tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai pidana murni dan karena dapat dikenakan pasal-pasal dalam hukum pidana.

Namun walau demikian hingga saat ini masih terjadi intimidasi dan kriminalisasi hukum terhadap teman – teman wartawan dalam melakukan tugasnya.

Contoh kasus adalah wartawan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) bernama Nover Zai yang baru – baru ini mengaku mendapat intimidasi dari oknum pejabat Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Kabupaten Cilacap karena memberitakan.

Selain mendapatkan intimidasi dibalik tugas mulia seorang wartawan ada UU ITE yang siap memenjarakan seorang jurnalis.

Diera pemerintahan presiden Joko Widodo sudah ada tiga orang wartawan yang dipenjara karena menulis sebuah berita fakta, yang seharusnya sengketa Pers diselesaikan dengan UU Pers.

Berikut catatan kami:
Nasib tragis Jurnalis Muhammad Asrul yang dijatuhi vonis penjara tiga bulan oleh Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan setelah berusaha membongkar dugaan kasus korupsi di Palopo lewat tiga tulisannya yang dimuat di berita.news.

Ketiga berita yang dipersoalkan merupakan hasil liputan Asrul. Namun, Asrul dituduh melanggar pasal pencemaran nama baik karena menyebut nama anak Wali Kota Palopo dalam karya jurnalistiknya tersebut.

Majelis Hakim PN Palopo menyatakan Asrul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 3 UU ITE pada Selasa (23/11).

Tiga judul berita yang ditulis Asrul kemudian dipermasalahkan yaitu Putra Mahkota Palopo Diduga ‘Dalang’ Korupsi PLTNH dan Keripik Zaro Rp11M, terbit pada 10 Mei 2019; Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas, terbit 24 Mei 2019; Jilid II Korupsi Jalan Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik Untuk Faird Judas?, terbit 25 Mei 2019.

Berikutnya adalah Diananta Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra Sumedi ditahan selama 3,5 bulan di Rutan Polres Kotabaru. Diananta ditahan karena dianggap menulis berita yang diduga menyinggung SARA dan dijerat Pasal 28 UU ITE.
Berita Diananta yang dipermasalahkan yaitu berjudul Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel yang dimuat di Banjarhits.id pada 9 November 2019.

Dewan Pers dalam surat bernomor 02/P-DP/VIII/200 mengatakan, semestinya karya tersebut diselesaikan dengan mengacu UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, bukan dibawa ke ranah pidana, namun rekomendasi Dewan Pers ini tidak digubris penegak hukum.


Masih ada lagi nasib wartawan yang dikriminalisasi hukum yakni Mohammad Sadli Saleh Jurnalis yang divonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

Hakim menilai Sadli terbukti bersalah karena menyebarkan informasi hingga menimbulkan kebencian di masyarakat lewat tulisannya.

Sadli digugat oleh Bupati Buton Tengah karena berita berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat.

Sadli didakwa melanggar Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).


Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mengatakan, belum lama ini, jurnalis Metro Aceh, Bahrul Walidin juga digugat menggunakan pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 UU ITE.

Betapa banyak para Jurnalis yang dikriminalisasi hukum dengan menggunakan UU ITE, lalu untuk apa UU Pers yang merupakan hasil perjuangan rakyat Indonesia terkait kebebasan Pers ?

Mengapa UU Pers tidak pernah dijadikan rujukan untuk urusan sengketa Pers ?

Mengapa harus KUHP jalan penyelesaian sengketa Pers, sementara Pers merupakan pilar keempat dalam DEMOKRASI.

Pada momentum Hari Pers Nasional kali ini, selaku praktisi Pers saya berharap agar pemerintah terutama aparat penegak hukum agar menghormati dan mematuhi UU Pers dan tidak mengkriminalisasi wartawan dengan menerapkan KUHP dalam sengketa Pers.

Posisi aparat kepolisian negara Republik Indonesia itu sama dengan wartawan sama dalam arti melaksanakan undang – undang dan mempunyai tugas serta wewenang yang dilindungi undang – unang hanya bedanya wartawan dilindungi UU Pers no. 40 tahun 1999 sedangkan Kepolisian dilindungi UU no. 2 tahun 2002
(Red**)

Sumber ;
Media Warta Nasional | Bekasi

Polri Terjunkan 25 Ribu Brimob Jaga Pemungutan dan Penghitungan Suara.



Jakarta || gardakeadilannews.com
Polri mengerahkan 25 ribu personel Brimob mengamankan jalannya Pemilu 2024. Terutama, dalam menghadapi dinamika pada saat hari pemilihan maupun penghitungan suara.

"Untuk operasi rutin pengamanan Operasi Mantap Brata di masing-masing Polda oleh Kasatda ada Brimob yang berada di wilayah Polda yang jumlahnya sekitar 25 ribu brimob seluruh Indonesia," kata Kepala Operasi (Kaops) Mantap Brata 2023-2024 Komjen Fadil Imran dalam apel gelar pasukan pengamanan Pemilu 2024, di Cikeas, Jawa Barat, Rabu, 7 Februari 2024

Fadil mengatakan personel pengamanan ini terdiri dari Brimob Nusantara dan juga Sabhara Nusantara. Pasukan Brimob yang dikerahkan ini memiliki kualifikasi pasukan antihuru hara atau power on hand Kapolri, SAR, pasukan drone, pasukan respons cepat, anti anarkis, dan penjinak bom.

Selain pasukan Brimob tingkat Mabes Polri, disiapkan juga Brimob masing-masing polda dan Sabhara. Jumlahnya sekitar 4.500 personel seluruh jajaran.

"Kemudian untuk Korps Brimob dalam Satgas operasi kontijensi sejumlah 3.500 personel yang siap kami kerahkan," ujarnya.

Sementara itu, terkait kesiapan Polri, Fadil mengatakan dirinya sudah berkeliling Polda guna mengecek kesiapan sistem pengamanan. Baik itu objek penyelenggara pemilu maupun objek tertentu, seperti kantor tim sukses hingga kantor partai politik.

Polri juga akan menggelar tiga operasi dalam pengamanan Pemilu 2024, yakni Operasi Mantap Brata, Operasi NCS Polri, dan Operasi Kontijensi.

"Operasi kontijensi disiapkan mana kala dalam pemilu ada gangguan seperti kamtibmas dan bencana alam, dan gangguan tingi seperti terorisme, maupun konflik sosial," tuturnya.

Fadil menyebut pasukan Brimob disiapkan sebagai cadangan manakala terjadi dinamika pemilu di lapangan. Ia menyebut polri mengedepankan langkah preemtif dan preventif.

"Mana kala ada peningkatan eskalasi tentu pendekatannya humanis seperti yang saya sampaikan tadi, polisi hadir sebagai pelindung, pengayom, pelayan, agar situasi bisa terus damai dan sejuk," ujarnya.
(Red**)

Fitnah Keji.. Ketum NCW Dikatakan Minta Maaf, Ternyata Hoax



Jakarta || gardakeadilannews com
Ramainya beredar tentang pemberitaan Ketua Umum (Ketum) NCW, Hanifa Sutrisna meminta maaf kepada Raffi Ahmad ternyata hanya FITNAH keji yang sengaja dilontarkan.

Pada sejumlah berita dan Media Sosial (Medsos) Instagram @majeliskopi08 menampilkan foto Hanifa Sutrisna dan Raffi Ahmad dengan narasi: 'Ketua NCW itu menuliskan permohonan maaf pada Raffi Ahmad karena terlalu terburu-buru mengungkapkan masalah dugaan pencucian ini ke publik'.

"Ngga benar, ini hoax," chat Ketum NCW ketika dikonfirmasi hal minta maaf dirinya tersebut, Kamis (8/2/2024) malam.

Menyingkapi banyaknya beredar berita hoax terhadap perkembangan dugaan kasus TPPU terduga artis RA, Hanifa Sutrisna menyayangkan ada pihak-pihak yang memperkeruh suasana dengan membuat akun TikTok palsu dirinya.

“Ada akun @hanifa.sutrisna yang menyampaikan berita tidak benar terkait saya, saya minta yang melakukan tindakan pelanggaran mencatut nama saya untuk segera menutup akun tersebut.  Hal ini sekaligus memperlihatkan betapa dahsyatnya perlawanan dari para terduga kasus korupsi melakukan pembunuhan karakter terhadap kami sebagai aktivis anti korupsi,” jelasnya kepada wartawan.

Seperti diketahui, bukan hanya medsos, media mainstream pun memberitakan tentang 'Ketua NCW Minta Maaf ke Raffi Ahmad Atas Tuduhan Pencucian Uang'.

Ironinya, para awak media itu tidak pernah mengkonfirmasi Ketum NCW, Hanifa Sutrisna.(Red**)