Jakarta || mediagardakeadilannews com
Pemerintah menetapkan sejumlah perubahan kebijakan penggunaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengungkapkan perubahan ini berlaku mulai tahun anggaran 2025
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikdasmen Suharti menjelaskan perubahan aturan penggunaan BOSP bertujuan untuk mengakselerasi berbagai program prioritas.
Seperti revitalisasi sekolah, digitalisasi pembelajaran, hingga penguatan kemampuan abad 21 seperti coding dan kecedasan buatan.
Suharti menilai transformasi pendidikan tidak cukup dengan perubahan kebijakan dalam skala besar namun juga perlu penyesuaian di tingkat yang paling dekat dengan siswa dan sekolah.
“Itulah mengapa pemerintah melakukan penyesuaian terhadap kebijakan Dana BOSP mulai tahun anggaran 2025,” ujarnya, Rabu (4/6/2025), seperti dilansir dari tayangan YouTube Ditjen PAUD Dikdasmen.
Lebih lanjut, Suharti mengatakan ada tiga poin penting yang harus dipahami dalam penyesuaian aturan penggunaan dana BOSP ini.
Pertama, minimal 10 persen dari dana BOSP harus digunakan untuk penyediaan buku, baik buku teks maupun non-teks.
Hal ini sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat literasi, numerasi, dan kecakapan belajar siswa dengan dukungan bahan ajar yang layak, relevan, dan berkualitas.
Kedua, penggunaan dana BOSP untuk pemeliharaan sarana dan prasarana dibatasi maksimal 20 persen.
Suharti menekankan hal ini bukan berarti pemerintah mengabaikan kebutuhan perbaikan fisik atau infrastruktur sekolah.
Menurutnya, pemerintah secara paralel justru tengah menjalankan berbagai program besar yang secara khusus ditujukan untuk membenahi aspek fisik.
Aspek tersebut mencakup juga program revitalisasi sekolah dan digitalisasi pembelajaran yang semakin diperluas.
Suharti menilai penyesuaian ini juga mendorong agar sekolah menggunakan dana BOSP secara lebih strategis.
Terutama untuk mendorong kegiatan pembelajaran dan kebutuhan yang berdampak langsung bagi peserta didik, seperti alat peraga, bahan ajar kontekstual, dan pengembangan proyek-proyek siswa atau project based learning.
"Poin yang terakhir yaitu proporsi honorarium untuk tenaga non-ASN di sekolah negeri disesuaikan menjadi maksimal 20% dan 40% untuk sekolah swasta.
Suharti menegaskan hal ini bukan sebagai bentuk efisiensi anggaran melainkan reprioritasi agar dana operasional lebih banyak digunakan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar secara langsung.
Menurutnya, guru-guru honorer di sekolah negeri saat ini sebagaian besar telah beralih menjadi guru ASN PPPK.
Jumlah guru honorer yang diangkat menjadi PPPK secara nasional pada 2021 sampai 2024 sudah mencapai sekitar 800 ribu orang dan sekitar 77 ribu orang masih dalam proses seleksi.
Suharti menegaskan bahwa gaji dan tunjangan guru PPPK disediakan terpisah, tidak melalui dana BOSP.
Sementara itu, Suharti pun menyadari bahwa perubahan ini bukanlah hal yang mudah namun tetap harus dilakukan bersama dengan semangat gotong royong.
Ia mengatakan penyesuaian ini dilakukan demi menciptakan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak Indonesia.
Melalui penyesuaian ini, pemerintah ingin memastikan dana BOSP dapat berperan lebih besar lagi sebagai pengungkit langsung peningkatan kualitas pembelajaran.
Selain itu, semakin jelasnya alokasi dan batas penggunaan dana BOSP juga akan menghentikan praktik-praktik pungutan tidak resmi di sekolah yang seringkali terjadi.
(**)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar